SIKAP CUEK DAN NAHI MUNGKAR DALAM PERSPEKTIF MANAJEMEN ISLAM

SIKAP CUEK DAN NAHI MUNGKAR DALAM PERSPEKTIF MANAJEMEN ISLAM

notourip.com-sikap cuek-dan-nahi-mungkar-dalam-perspektif-manajemen-islam


Manajemen Islam tidak hanya bicara soal teknis pengelolaan kerja, tapi lebih dalam lagi. Ia adalah amanah moral dan tanggung jawab kolektif yang wajib dijaga. Seperti halnya sikap cuek dan nahi mungkar dalam kehidupan sehari-hari.


Ketika seseorang bersikap cuek terhadap penyimpangan atau kemungkaran dalam sebuah organisasi, itu bukan hanya bentuk kelalaian personal, tetapi juga pertanda hilangnya semangat islah (perbaikan) dan lemahnya fungsi taqwim (evaluasi) dalam sistem manajerial Islami. Sikap seperti ini, jika dibiarkan, akan merusak integritas lembaga secara perlahan. 


Sebaliknya, nahi mungkar adalah ekspresi tanggung jawab moral yang berperan penting dalam menjaga marwah organisasi dan menegakkan nilai-nilai kebenaran.


Allah SWT berfirman:



كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ



"Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena) menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, serta beriman kepada Allah..."



(QS. Ali 'Imran [3]: 110)


Menurut al-Tabari, keistimewaan umat Islam dalam ayat ini terletak pada komitmen mereka terhadap amar ma'ruf nahi mungkar yang merupakan kewajiban sosial yang tidak bisa ditinggalkan.


Beliau (Al-Tabari) dalam kitabnya Jami' al-Bayan fi Ta'wil Ay al-Qur'an juz 6 halaman 256 mengatakan:



فإنما صارت هذه الأمة خيرا الأمم للناس، لأنهم قاموا بالأمر بالمعروف، والنهي عن المنكر، كما وصفهم الله به في قوله: ﴿تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ



"Umat ini menjadi yang terbaik di antara manusia karena mereka menegakkan amar ma'ruf dan nahi mungkar sebagaimana yang Allah sebutkan."


Fakhr al-Din al-Razi dalam karyanya  Tafsir al-Kabir (Mafatiḥ al-Ghayb) Juz 8 hal 181 menjelaskan bahwa nahi mungkar tidak hanya bersifat individual, tapi menjadi sistem sosial yang mencegah kerusakan menyebar.


Ia (Fakhr al-Din al-Razi) menulis:



إن الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر هو الدعامة الكبرى في قيام نظام الأمة وصلاحها، فإذا تهاونت به الأمة تداعت وانهارت



"Amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah pilar utama tegaknya sistem dan perbaikan umat. Jika umat mengabaikannya, maka ia akan runtuh dan hancur."


Rasulullah ﷺ juga menguatkan hal ini dalam sabdanya yang sangat dikenal:



مَنْ رَأَى مِنْكُم مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ



"Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya; jika tidak mampu, maka dengan lisannya; dan jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemahnya iman."


(HR. Muslim, no. 49)


Hadits ini menjadi prinsip utama dalam membentuk budaya organisasi yang Islami. Dalam konteks manajemen, ini bisa dimaknai sebagai bentuk supervisi moral dan evaluasi sosial, bukan sekadar formalitas struktural.


Maka, sikap cuek bukanlah bentuk netralitas, melainkan kelemahan iman dan kegagalan manajerial. Sebaliknya, keberanian melakukan nahi mungkar adalah tanda kekuatan karakter dan tanggung jawab, yang menjadi syarat terciptanya manajemen yang berintegritas dan berkeberkahan. (alwi)